Tugas
Ujian Koasistensi Departemen Parasit
Deteksi Cacing Heterakis
gallinarum Menggunakan PCR
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Heterakis gallinarum merupakan parasite nematode yang hidup di sekum pada beberapa unggas galliform seperti ayam, kalkun, dan burung puyuh. H. gallinarum adalah salah satu nematoda yang paling sering didiagnosis dalam saluran pencernaan burung galliform (Lund et al., 1970). Infeksi oleh cacing ini bersifat pathogen ringan dan biasanya terjadi secara subklinis.
Pada infeksi yang parah akan mengakibatkan masalah serius seperti tiflitis nodular yang menyebabkan diare, kekurusan dan kematian. Cacing ini menjadi lebih berbahaya lagi jika menjadi vector dari Histomonas meleagridis yang menyebabkan penyakit black head atau enterohepatitis pada unggas dengan menimbulkan lesi patologis yang parah di usus dan hati serta menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pada inang yang rentan (Esquenet et al., 2003). Protozoa ini bisa tetap hidup di dalam telur H. gallinae untuk waktu yang lama, bisa selama telur tersebut hidup (Soulsby 1982). Sehingga penting sekali untuk bisa mendeteksi keberadaan cacing ini dengan segera. Beberapa metode diagnostik, terutama polymerase chain reaction (PCR) direkomendasikan karena bergantung pada amplifikasi material DNA yang ada (Bazh, 2013).2.
Rumusan
Masalah
-
Bagaimana cara mendeteksi cacing Heterakis
gallinarum menggunakan PCR?
3.
Tujuan
Penelitian
- Mengetahui cara mendeteksi cacing Heterakis gallinarum menggunakan PCR
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
Heterakis gallinarum
Klasifikasi
:
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Subclass : Rhabditia
Order : Ascaridida
Family : Ascarididae
Genus : Heterakis
Species : H. gallinarum
Heterakis gallinarum memiliki istilah lain
yaitu Heterakis papillosa, Heterakis
vesicularis, dan Heterakis gallinae.
Morfologi yang khas pada H. gallinarum
adalah pada bagian posterior esofagus berbentuk bulbus, mempunyai lateral alae sepanjang tubuhnya, pada
cacing jantan spikula langsing tidak sama panjang.
Nematoda ini berhabitat di sekum unggas.
Telur (L2) menetas di sekum unggas setelah 1-2 jam, selanjutnya akan menembus
dan diam selama 2-5 hari di glandula epitel sekum. Kemudian moulting menjadi L3
pada hari ke 6 pasca infeksi. L4 dicapai pada hair ke 10 pasca infeksi dan L5
terbentuk pada hari ke 15 pasca infeks. Hari ke 24-30 pasca infeksi telur dikeluarkan
bersama feses. Telur tersebut akan berkembang menjadi telur infektif (L2) dalam
waktu 14 hari pada temperatur 27oC. Telur infektif sangat resisten
dan tetap fertile untuk beberapa bulan di tanah. Telur yang berada di tanah ini
dapat terbawa oleh cacing tanah yang berperan sebagai host transport. Penularan dapat juga tejadi bila ayam memakan
cacing tanah tersebut.
Dampak dari infeksi oleh cacing ini akan
tampak jelas pada infeksi yang berat, berupa mukosa pada sekum menebal dan
hemoragi, selain itu terlihat berat badan unggas menurun. Namun dampak
pentingnya yaitu terletak pada peran cacing ini sebagai karier pada penularan
protozoa Histomonas meleagridis yang
menyebabkan blackhead (enterohepatitis).
2.
Metodologi
dan Bahan Penelitian
Alat dan Bahan
Spesimen
H. gallinae
dewasa dikumpulkan dari isi usus ayam kampung yang terinfeksi secara alami yang
diperoleh dari Egypt. Cacing yang terkumpul dibilas dengan saline normal dan
disimpan dalam etanol 70% sampai digunakan untuk analisis DNA.
Ekstraksi
DNA
Ekstraksi DNA dengan menggunakan Pemurnian
DNA Genomik GeneJet Kit [Thermo (Fermentas)] (no. K0721 dan K0722); Cara
ekstraksi mengikuti rekomendasi dari pabrik. Dan disajikan sebagai template di
PCR berikutnya.
Metode
Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan
GeneJet ™ PCR Purification Kit [Thermo (Fermentas)] (nos. K0701 and K0702) mengikuti
rekomendasi dari pabrik dalam 50 μl Maxima® Hot Start PCR Master Mix (2 ×)
mengandung 1 μl primer. Primer tersebut yang memiliki urutan forward (5′-GTTTCCGTAGGTGAACCTGC-3′)
dan reverse (5′-ATATGCTTAAGTTCAGCGGGT-3 ′) dirancang oleh Bazh (2013).
Tata
Cara PCR
Denaturasi awal (aktivasi enzim) pada 95 ° C selama 10 menit, diikuti oleh 35 siklus 30 detik pada 95 ° C (denaturasi), 1 menit (anil) pada 65 ° C, dan 1 menit (ekstensi) pada 72 ° C, diikuti dengan final perpanjangan 72 ° C selama 10 menit. Produk PCR dijalankan di 1,6% gel agarosa mengandung etidium bromida dan divisualisasikan di bawah sinar UV.
Sekuensing
Pembuatan sekuensing untuk produk PCR yang
teridentifikasi dengan baik menggunakan primer forward dan reverse di
perusahaan GATC dengan sekuensing langsung dengan sekuenser DNA otomatis (ABI
3730XL; Applied Biosystems, Foster City, CA, USA). Urutan H. gallinae yang diperoleh dianalisis
dibandingkan dengan urutan gen nomor aksesi H. gallinae (AJ876757) menggunakan program komputer software BioEdit
versi 7. Selain itu, perangkat lunak MEGA4 digunakan untuk memperkirakan
identitas dan variabilitas urutan (Tamura et al., 2007). Homologi urutan
nukleotida diselaraskan menggunakan pencarian urutan nukleotida di database
GenBank National Center for Biotechnology Information (NCBI) menggunakan
program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Metode identifikasi berdasarkan profil genomik berkembang
pesat sejak ditemukan instrumen-instrumen biologi molekuler, khususnya
instrumen PCR (thermal cycler). Polymerase
Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in
vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.
Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan
kali hanya dalam beberapa jam. Informasi genetik mikroorganisme pada umumnya
dapat digunakan untuk keperluan identifikasi maupun pengelompokkannya.
Dibandingkan dengan metode biokimia dan imunokimia, identifikasi berdasarkan
profil genetik dianggap lebih akurat karena tidak dipengaruhi olek faktor
internal seperti tahap pertumbuhan maupun faktor eksternal seperti lingkungan
tempat tumbuh/hidup.
Disamping PCR, penelitian ini juga menggunakan metode
sekuensing. Sekuensing DNA merupakan teknik paling akurat untuk
mengidentifikasi suatu spesies. Sekuensing DNA adalah modifikasi dari
amplifikasi DNA pada teknik PCR. Pembeda antara sekuensing dengan PCR adalah
penggunaan dideoksinukleotida (ddNTPs) berlabel untuk elongasi DNA. Sebelum
dilakukan sekuensing, biasanya produk PCR dimurnikan terlebih dahulu untuk
menghilangkan kontaminasi berupa sisa pereaksi PCR maupun primer. Hasil dari
proses sekuensing berupa kromatogram dari nukleotida fragmen DNA target.
Analisis terhadap kromatogram sekuens dapat dilakukan dengan bantuan perangkat
lunak.
Pada penelitan yang dilakukan oleh Eman
K. A. Bazh (2013) untuk mengidentifikasi Heterakis
gallinae dari ayam kampung yang berada di Egypt yaitu menggunakan PCR dan
sekuensing. Identifikasi tersebut untuk menganalisis karakter molekuler dan
filogenetik dari Heterakis gallinae.
Menggunakan uji PCR ini DNA dari H. gallinae
menghasilkan hasil yang positif dengan menggunakan primer yang spesifik
(lanes 1 dan 2) pada 914 bp (Figure 1). Sedangkan
untuk menganalisis hasil dari sekuensing menggunakan BioEdit 7 dan MEGA4
program sebagai pembanding dan hasilnya menunjukkan bahwa sangat identik satu
sama lain. Kemudian menggunakan program BLAST pada NCBI GenBank untuk
mengetahui hubungan kekerabatan dengan spesies lain. Hasil tersebut dapat
dilihat pada Figure 2 berikut.
DAFTAR
PUSTAKA
Bazh,
E. K. A. 2013. Molecular Characterization of Ascaridia galli Infecting Native Chickens in Egypt. Parasitol Res
112:3223–3227.
Esquenet,
C., De Herdt, P., De Bosschere, H., Ronsmans, S., Ducatelle, R. & Van Erum,
J. 2003. An Outbreak of Histomoniasis in Free-Range Layer Hens. Avian
Pathology, 32, 305-308.
Lund,
E. E., Chute, A.M. & Myers, S. L. 1970. Performance in Chickens And Turkeys
of Chicken-Adapted Heterakis Gallinarum.
Journal of Helminthology, 44, 97-106.
Soulsby,
E. J. L. 1982. Helminths, Arthropods And Protozoa of Domesticated Animals, 7th
Edn. Bailliere Tindall, London, pp 164–175.
Tamura
K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis
(MEGA) Software Version 4.0. Mol Biol Evol 24(8):1596–1599.
Komentar
Posting Komentar