Menjadi Istri atau Ibu

Halo! Aku tidak tahu pembukaan apa yang cocok untuk tulisanku kali ini. Jadi aku akan menulis seadanya disini, menurut apa yang ada di pikiran. So.. here it is. 

Jadi pembahasan mengenai istri atau menjadi ibu berawal dari banyaknya pertanyaan yang muncul dari teman-teman. "Bagaimana setelah menikah?" "Bagaimana rasanya menjadi seorang istri?" "Bagaimana rasanya berumah tangga? Pasti enak dan menyenangkan, yaa." dan masih banyak lagi. Hmm.. Jika beberapa orang mengatakan menikah itu menyenangkan, enak, membahagiakan dan kata-kata sejenisnya atau kebalikannya, menikah itu akan bikin stres, capek, dan juga kata-kata lain, maka aku akan berada di keduanya. Sebenarnya pembahasan ini cukup kompleks, tapi aku akan mencoba "mereview" sejujurnya disini, tentunya berdasarkan pengalamanku dan orang-orang sekitar serta cerita dari wanita lain di luar sana. Jadi, bagi yang bertanya-tanya, yuk baca saja tulisanku ini.

Kita tahu hidup di dunia ini bukan seperti di surga yang setiap saat akan bisa bahagia dan bersenang-senang. Kebahagiaan dan kesedihan tidak abadi akan selalu berputar. Setelah kesedihan datanglah kebahagiaan, lalu datang lagi kesedihan dan kembali lagi kebahagiaan, akan selalu seperti itu. Begitulah keseimbangan dunia ini bekerja. Sama juga dengan menikah, kita akan merasa bahagia menikah dengan orang yang kita harapkan. Bisa tinggal bersama, ngobrol bareng, melakukan hal romantis berdua, keliling dan bermain bersama. Bagai princess yang akhirnya bertemu dengan sang pangeran lalu the end, cerita pun selesai. Tapi sayangnya cerita hidup kita masih berlanjut setelah menikah. Setelah beberapa lama menjalani pernikahan, ternyata banyak hal tidak terduga ada di pasangan. Semua terbongkar satu-persatu menelanjanginya. Yang selama berpacaran atau ta'aruf tidak terlihat dan tidak menduganya, tidak dapat kita elakkan ada dipasangan. Tentu ada baiknya dan ada buruknya, paket lengkap yang harus kita terima apa adanya. Mungkin begitu juga pemikiran pasangan kita. Mau tidak mau mereka harus menerima kita yang begini adanya.

Menjadi istri adalah title yang diberikan bagi wanita yang sudah menikah. Title itu membawa beban dipundak kalian para istri. Status yang memiliki problema sendiri ditengah masyarakat kita. Beban-beban yang diciptakan oleh masyarakat kita sendiri yang kadang mau tidak mau harus dijalani. Mungkin kalian sudah tahu bahwa dalam islam pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci piring, bersih-bersih, memasak dan lain-lain yang sejenisnya sebenarnya bukan kewajiban seorang istri, namun sesungguhnya kewajiban para suami. Para istri berkewajiban melayani suami dan bersolek agar suami suka serta patuh dengan perintah suami. Namun dalam masyarakat di Indonesia, atau setahuku di Jawa, berbagai kegiatan itu adalah tugas dan kewajiban istri. Sebenarnya tidak masalah jika semua hal itu dilakukan oleh istri sebab suami pun bekerja atau mencari nafkah, malahan pahala berlimpah ruah sebab mau meringankan beban suami. Tapi sayang sekali pandangan masyarakat sekitar terhadap istri ini seringkali membuat istri menjadi stres. Hanya karena rumah yang kotor belum dibersihkan, piring menumpuk di dapur, masakan belum siap dan lain sebagainya membuat istri dicap menjadi istri yang tidak becus. Perkara ini yang kemudian menjadi  beban sosial dan berakibat menjadi beban mental. Padahal istri juga banyak yang harus dikerjakan dari pagi hingga malam. Entah mengurus anak, bekerja atau membantu mencari nafkah, merawat dirinya sendiri dan lain-lain yang tiada habisnya. Apalagi jika suami tidak paham akan konsep ini, membuat istri tertekan. Namun setelah mengetahui konsep ini, seharusnya suami paham bahwa istri perlu dibantu pekerjaan rumahnya dan diberi perhatian. 

Di atas adalah salah satu contoh beban yang dipikul istri. Dari contoh di atas mungkin bisa saja menyewa asisten rumah tangga untuk melakukan semua pekerjaan rumah, tapi beban sosial tidak akan hilang begitu saja. Akan ada titik hitam yang dilihat oleh masyarakat sekitar atau orang-orang terdekat yang membuat seorang istri tertekan. Ah, manusia memang mudah sekali melihat keburukan orang lain. So, bagi kamu yang membaca tulisan ini, yuk tidak perlu mencari-cari kecacatan orang lain, kita sendiri juga cacat hanya saja kita mengelak atau belum sadar akan kecacatan diri sendiri. Ingat ya, kamu punya mulut dan orang lain pun punya mulut. Mungkin saat ini kamu sedang membicarakan keburukan orang lain, tapi bisa saja orang lain juga sedang membiacarakan keburukanmu.

Sebenarnya masih ada banyak beban yang mau tidak mau harus dipikul seorang istri. Tapi aku tidak bisa menyebutkan satu persatu, terlalu kompleks dan bervariasi. Aku hanya memberikan gambaran bahwa menjadi istri itu menyenangkan namun juga berat. Aku hanya ingin berpesan kepada para jomblo, tetapkan dan mantapkan hati untuk menikah tidak hanya melihat hal-hal yang menyenangkan atau enaknya saja, namun juga pastikan kalian mampu menanggung beban - entah beban sosial ataupun beban mental - menjadi seorang istri. Jangan berfikir "kalau tidak cocok ya cerai saja", jalan pintas yang mengerikan sebenarnya, apalagi jika sudah memiliki anak. Kamu hanya akan memindahkan stres satu ke stres yang lain. Beda cerita jika perceraian diakibatkan oleh hal yang serius, misal KDRT, tidak bisa memenuhi kebutuhan batin dan sebagainya. 

Dari yang aku ketahui, beberapa "orang Barat" menentang pernikahan, aku pikir karena mereka awalnya mengharap pernikahan adalah akhir dari masalah dan mendatangkan kebahagiaan. Namun ternyata kebahagiaan tidak mereka temukan dalam pernikahan. Bahkan aku pernah mendengar kata-kata begini "jika laki-laki berkata, kalau bisa mendapatkan susunya saja, kenapa harus membeli sapinya juga. Sehingga wanita pun berkata, kalau bisa mendapatkan sepotong daging babi saja, kenapa harus membeli babinya juga.". Perumpamaan ini ngeri sekali. Bagi seorang muslim, pernikahan adalah hal sakral dan suci, mungkin begitu pula dengan agama lain. Pesanku lagi, jangan mengharapkan pernikahan seperti hal di atas, nikmati dan hadapi, dan yang paling utama adalah niatkan karena Allah Swt. Niatkan untuk Tuhan kita mempersembahkan semuanya, karena hanya Dia sumber kebahagiaan kita.

Dari gambaran di atas, jangan lantas takut untuk menikah, malahan seharusnya menjadi persiapan dan penguatan. Pesanku lagi yang kesekian kali, saat masih single kamu bisa mempersiapkannya matang-matang dan menyelesaikan apa yang ada di dalam diri (selesai dengan diri sendiri) agar tidak menjadi PR ketika setelah menikah nanti. Pesanku bagi yang sudah menjadi istri dan ibu, kamu pasti lelah, kamu tidak perlu menjadi sempurna apa kata mereka, menjadilah sempurna bagaimana yang kamu inginkan (bukan untuk keegoisan diri, ya). Beban sosial tidak akan pergi meninggalkanmu begitu saja, akan terus ada apapun yang kamu lakukan dan setelah apapun yang sudah kamu selesaikan. Kamu hanya perlu memperhatikan dirimu saja ketika itu terjadi bahwa kamu istri yang sempurna dan istri yang terbaik. Kamu sudah melakukan yang terbaik dan itu cukup. Jangan lupa untuk memberikan waktu "me time" agar kewarasan tetap terjaga. 

Pernikahan tentunya juga mengandung bahagia, rasa bahagia ini seringkali dikesampingkan dan tidak dibahas. Mungkin karena kita sudah tahu apa-apa yang kita bayangkan akan membahagiakan ketika menikah. Dan yang sering terlupakan karena terlalu membayangkan kebahagiaan itu adalah beban-beban yang harus ditanggung. Hal ini terkhusus untuk para single. Bagi yang sudah menikah, tentunya bisa merasakan sendiri apa-apa yang yang membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Terkhusus untuk kamu yang merasa tidak bahagia setelah menikah, aku hanya bisa menyarankan untuk mencari kebahagiaan di dalamnya. Bukankah kebahagiaan itu diri kita sendiri yang menciptakannya. Mungkin ketika memandang pasangan saat dia tertidur, berdoa kepada Sang Kuasa sehingga menjadi dekat kepada-Nya, ketika melihat senyum anak-anak, melakukan hal produktif, memasak atau yang lainnya. Kamu bisa mencari itu lalu mensyukurinya, membuat hatimu lebih lega dan bahagia.

Credit https://pin.it/6rmE9sR
            

Aku kasih ilustrasi dari lagunya Ariana Grande yang berjudul Position. Music videonya bisa menggambarkan bahwa seorang wanita bisa menjadi Presiden hingga melayani pasangan di kamar. Wanita memang hebat dan super. Perannya bisa banyak dan beban yang dipikulnya juga tidak ringan, tapi wanita bisa melakukan semuanya. Bagai profesi di balik layar yang sangat berpengaruh, namun kadang jerih payahnya kurang dilihat. Mars aja Needs Mom. Hahaha.. film yang menggambarkan bahwa wanita bisa membentuk generasi yang hebat. Semangat untuk para wanita terutama istri dan ibu yang sedang dibahas di blog ini. 

Sekian dulu pembahasannya. Jika ada yang ingin didiskusikan, ditanyakan, memberikan kritik saran yang membangun atau sekedar basa-basi, bisa yuk kasih komentar di bawah ini. Sending virtual hug... :))

Komentar

  1. thanks insight-nya kak. Bener banget wanita memang bisa jadi apa aja. Tapi malah lingkungan yang membuat wanita terkesan 'kurang jasa'. Selagi masih single, teruslah mengasah kualitas diri, karena jodoh akan datang sesuai dengan 'Kita'.

    BalasHapus

Posting Komentar